Header Ads Widget



Kebangkitan Peradaban Diawali Kebangkitan Ilmu



Banda Aceh -- Kebangkitan peradaban dalam sejarah Islam selalu diawali dengan kebangkitan ilmu. Rasulullah saw memulai dakwahnya dengan perintah membaca, Iqra’, sebagai pintu masuk terbentuknya masyarakat berperadaban. 


“Kita tentu juga mengakui, realitas organisasi Islam masa kini sering kali terjebak dalam rutinitas administratif, sehingga ruh ilmu terkikis oleh kesibukan teknis yang kering dari pembaruan pemikiran,” ungkap Sekretaris Dewan Dakwah Islamiah Indonesia (DDII) Kota Banda Aceh,  Tgk Firdaus Muhammad, ST, di Banda Aceh, Selasa, (12/8/2025). 


Tgk Firdaus menyampaikan hal itu dalam rangka menanggapi ungkapan founder Komunitas Muda Peduli Dakwah (KMPD), Tgk Muhammad Afif Irvandi El Tahiry yang lansir lamurionline.com (12/8/2025). Menurut Tgk Muhammad Afif, ada yang lebih berbahaya daripada sekadar kehilangan arah adalah kehilangan ruh sebuah gerakan Islam. 


“Di balik banyak bendera organisasi yang mengklaim diri pejuang agama, kita menyaksikan gejala memprihatinkan Islam tinggal simbol. Pengajian rutin digeser oleh rapat-rapat administratif dan ilmu agama semakin tergeser dari prioritas. Tanpa ilmu, dakwah hanya menjadi gema yang kehilangan makna,” ungkapnya. 


Tgk Muhammad Afif menilai, organisasi Islam saat ini lebih sibuk pada formalitas ketimbang memperdalam ilmu. Banyak organisasi membawa nama Islam, tetapi ruh Islamnya hilang. Tanpa ilmu yang benar, perjuangan dakwah akan terhambat dan tidak menghasilkan perubahan nyata. 


Tgk Firdaus menambahkan, kebangkitan organisasi Islam sangat bergantung pada semangat menghidupkan kembali tradisi keilmuan. Ilmu merupakan ruh yang menggerakkan tubuh organisasi. Tanpa ilmu, program sehebat apapun hanya menjadi aktivitas tanpa arah. Organisasi Islam akan kehilangan identitas jika tidak berakar pada pengetahuan.  


Menurutnya, problem yang sering muncul minimnya forum kajian internal yang terstruktur. Banyak organisasi Islam lebih fokus pada kegiatan seremonial ketimbang membangun kapasitas kader melalui diskusi, pembacaan kitab, dan kajian strategis keumatan. 


Firdaus menegaskan, kebangkitan umat harus dimulai dari kader-kader yang paham akar masalah dan mampu merumuskan solusi berdasarkan panduan Al-Qur’an, sunnah, dan warisan ulama.


Ia juga mengkritisi fenomena kader muda yang lebih banyak mengonsumsi informasi instan dari media sosial ketimbang memperdalam ilmu dari sumber-sumber otoritatif.


“Media sosial penting, tetapi ia tidak boleh menjadi satu-satunya rujukan. Kita butuh budaya membaca buku, belajar dari ulama, dan berdebat secara sehat. Itulah yang akan melahirkan generasi pemimpin berilmu,” tegasnya.


Firdaus mendorong semua elemen organisasi Islam di Aceh menjadikan tradisi ilmiah sebagai napas gerakan. Ia meminta agar setiap pengurus menjadwalkan halaqah rutin, membangun perpustakaan kecil, dan melatih kader menulis.


“Menghidupkan ruh ilmu bukan hanya tugas para teungku dan ustadz, tetapi kewajiban setiap anggota organisasi. Tanpa itu, kita akan kehilangan pijakan dan arah,” pungkasnya. (Sayed M. Husen)